Scroll untuk baca artikel
Uncategorized

Sugianto Makmur: Peternak Petelur Terancam Bangkrut, Naiknya Harga Pakan

0
×

Sugianto Makmur: Peternak Petelur Terancam Bangkrut, Naiknya Harga Pakan

Sebarkan artikel ini



MEDAN, Pelitaharian.id –
Peternak petelur akan mengalami kebangkrutan dan semakin terpuruk, akibat naiknya harga pakan dan tidak dikendalikan pemerintah secepatnya, karena harga jual telur saat ini anjlok dikisaran Rp1100 per butir, tidak mampu menutupi biaya operasional.


Hal ini diungkapkan Sugianto Makmur kepada wartawan, Kamis (28/1/2021) di ruang kerjanya gedung DPRD Sumut, dalam menyikapi keluhan para pengusaha peternak petelur dalam mengelola usahanya akibat mahalnya harga pakan.

 “Sebenarnya kenaikan harga pakan yang terjadi saat ini disebabkan harga bahan baku pakan, yang salah satunya dari unsur Kedelai. Harga kedelai saat normal masih Rp6000-an per kg, sekarang ini sudah Rp9000 malah bisa sampai Rp10.000-an per kg. Untuk pakan itu, 20 persen menggunakan unsur Kedelai. Kemudian ditambah lagi kenaikan tepung daging impor. Ini pun biasanya saat normal Rp6000-an per kg, sekarang sudah diatas Rp11.000 per kg,” ujarnya.

Dengan kenaikan harga pakan, kata Sugianto Makmur, membuat biaya produksi semakin tinggi, sementara harga telur yang makin turun. Selain itu harga bibit (DOC) juga makin mahal. Bisa dibayangkan, kalau harga bibit DOC mahal dan bahan baku pakan mahal, sementara harga jual telur turun, bisa-bisa petani peternak petelur bangkrut.

 “Saya juga bisa merasakan keresahan pelaku usaha peternak petelur, karena saya juga mengalami langsung sebagai peternak petelur ayam. Jika harga telur dibuat terlalu mahal, tentu minat beli masyarakat akan semakin menurun. Kita berharap harga telur ini tidak terlalu mahal dan stabil harganya tidak jauh dari harga pokok produksi (HPP), agar bisa dijangkau masyarakat. Kondisi saat ini harga Rp1100 per butir, produsen masih rugi,” ujarnya.

Tingginya biaya produksi, kata anggota Komisi B DPRD Sumut ini, belum sejalan dengan permintaan pasar yang masih biasa saja. Diharapkan pemerintah bisa memediasi persoalan ini dengan peternak dan agen-agen, sehingga harga tidak semakin anjlok. “Saat ini harga anjlok, sudah dua, tiga minggu terakhir ini,” ujarnya.

Dengan kenaikan HPP seperti ini, sebutnya, paling tidak harga ditingkat peternak Rp1200 per butir. Untuk tingkat konsumen saat ini, masih tinggi dikisaran Rp1300 per butir, tapi harga tersebut perlahan sudah bergerak turun. Karena itu, diharapkan pemerintah melalui bantuan sosial tetap melanjutkan program bantuan tersebut, sehingga produksi telur petani ini tidak hanya diserap pasar tradisional, tapi juga melalui pengadaan telur melalui program yang dikucurkan pemerintah.

Berdasarkan hasil pantauan dilapangan, harga telur ini sejak sepekan terakhir sudah mulai bergerak turun. Seperti pengakuan Tan Ton Cuan, seorang pedagang telur di Pasar Tradisional Petisah. Harga telur saat ini mengalami penurunan dibandingkan awal Januari lalu, yang besar Rp 1500 dan yang kecil Rp1300 per butir. Sebelumnya masih diharga Rp1500 – Rp1700 per butir. Selain harga yang bergerak turun permintaan konsumen juga mengalami penurunan. “Sekarang juga permintaan menurun, mungkin karena banyak barang makanya harga turun. Ini karena imbas dari Covid ini juga, daya beli masyarakat enggak ada,” ujarnya.

Menurut Sugianto Makmur, pemerintah harus segera merespon keresahan dialami para peternak petelur , sehingga bisnis yang dikelola tetap bisa berjalan lancar. “Kepentingan kita mempertahankan supaya rantai bisnis mereka bangkrut, juga mempertahankan telur dengan kualitas dan harga yang terjangkau. Saya melihat fenomena, pemerintah agak lepas tangan. Kalau untung, sibuk pemerintah minta pajaknya, tapi kalau rugi didiamin,” ujarnya.

Politisi PDI Perjuangan ini juga minta pemerintah bersikap fair, karena pemerintah juga memiliki kewajiban menciptakan satu sistem yang sehat, fair untuk semua orang-orang yang terkait dalam jalur produksi telur ini. “Kalau saya ditanya, saya sebetulnya tidak tahu apa yang paling penting. Kalau saya diminta berpendapat, kenaikan ini disebabkan harga pakan impor seperti kedelai yang dulunya murah, sekarang naik gara-gara gagal panen di Amerika. Ini kan tidak terprediksi tidak ada orang tahu, tapi kan pemerintah, mungkin ada yang bisa dilakukan untuk meringankan beban kawan-kawan ini tanpa mengorbakan APBN atau APBD. Bisa dengan berkoordinasi. Hal-hal seperti ini yang coba kita dorong,” ujar Sugianto.

Karenanya sambungnya, pihaknya akan mengundang semua pihak terkait seperti peternak, Dinas Perdagangan, Peternakan untuk duduk bersama mencari solusi. “Perlu perhatian pemerintah untuk pernak unggas ini. Ada hal-hal yang harus realistis jangan dilepas begitu saja, tapi kita harus melindungi mereka, karena kehadiran mereka sangat penting,” pungkasnya.

Menurut Sugianto Mekmur, tluer merupakan protein hewani paling murah dan kita sangat memerlukan protein hewani untuk menjamin kecerdasan generasi penerus anak bangsa. karenanya, peranan peternak ayam petelur penting kedudukannya dalam berbangsa dan bernegara.(cut)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *