MEDAN, Pelitaharian.id – Peternakan ayam telur harus diselematkan dari jurang kebangkrutan, karena kondisinya semakin hari semakin memprihatinkan, akibat harga telur turun tidak sebanding harga pakan.
” Padahal telur merupakan sumber protein hewani paling murah dan terjangkau,” ujar anggota DPRD Sumut Sugianto Makmur kepada wartawan, Rabu (13/9/2021) di ruang kerjanya Gedung DPRD Sumut menanggapi turunnya harga telur tidak seimbang dengan harga pakan, mengakibatkan peternak ayam telur terancam gulung tikar.
Sugianto menyebutkan, orang awam merasa peternakan ayam bisnis yang tidak mungkin rugi, karena telur dan daging ayam merupakan konsumsi dan sumber protein untuk semua orang. Bahkan setiap hari telur dan daging ayam dijual di pasar. Namun sejak awal 2021, harga telur terus tertekan dan harga pakan ternak melambung semakin lama semakin tinggi. Sedangkan harga jual telur sudah dibawah harga pokok produksi, sehingga tidak heran jika aset peternak semakin habis ‘dipatok ayam’.
Padahal, kata anggota Komisi B DPRD Sumut ini, harga telur terus tertekan selama setahun memegang andil cukup besar dalam kerugian peternak. PPKM yang berjilid-jilid tentu berdampak terhadap daya beli masyarakat. PPKM memberikan dampak yang sangat buruk kepada toko kue, restoran dan hotel, dimana unit bisnis tersebut merupakan konsumen utama produk telur dan daging ayam.
“Dengan terpukulnya rekanan bisnis peternak, tentu menyebabkan penyerapan telur dan daging terganggu. Penurunan harga telur juga disebabkan beredarnya telur HE di pasar,”katanya.
Padahal pemerintah melalui Permentan secara tegas melarang peredaran telur HE, diatur dalam Permentan Nomor 32 Tahun 2017 tentang Penyediaan, Peredaran dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi. Telur HE yang dijual di pasar secara tidak bertanggungjawab dengan harga murah tentu ikut menekan harga telur.
Ia menilai, niat pemerintah memberikan stimulus kepada rakyat penghasilan menengah kebawah melalui program PKH sangat baik. Pada tahun 2020, program PKH yang dijalankan setahun sekali sangat diapresiasi masyarakat, tapi konsistensi pemerintah menjalankan PKH menjadi semakin longgar. Pada saat ini ada kalanya pemerintah memberikan bantuan sembako 2-3 bulan sekali.
Menurut anggota dewan dari dapil Binjai-Langkat ini, semakin turunnya harga telur, peternak juga menghadapi masalah harga bahan baku yang kian melonjak. Bahan baku pakan ternak terdiri dari 50 persen jagung dan sisanya terdiri dari bungkil kacang kedelai (SBM), bekatul dan beberapa macam bahan yang harus diimpor karena tidak tersedia di Indonesia.
Disebutkannya, jagung merupakan bahan baku utama dari pakan ternak. Harga pokok penjualan telur akan sangat dipengaruhi harga jagung tersebut.
Ketidaktersediaan jagung di pasar menyebabkan harga jagung naik tinggi sudah menyentuh Rp5.300 per kg jauh dari HET yang ditetapkan pemerintah yaitu Rp4500 per kg.
“Kelangkaan jagung hanya pemerintah yang mampu mengatasinya. Kita sebagai masyarakat awam tentu bingung disuguhi berita dimana dua institusi pemerintah berdebat mengenai ketersediaan jagung,”ujarnya.
Politisi PDI Peejuangan ini menyebutkan, bahan baku pakan ternak lain yang harganya naik tinggi adalah bekatul produk sampingan dari padi yang digiling menjadi beras, harganya saat ini sudah mencapai Rp4600 per kg dari harga normalnya sekitar Rp2500 per kg. Kenaikan harga bekatul ini disinyalir disebabkan impor beras. Banyak kilang padi yang tidak beroperasi menyebabkan harga bekatul ikut melambung karena kelangkaan barang.
Bahan baku pelengkap lain yang lain seperti SBM (soy bean meal, bungkil kacang kedelai) dan MBM (Meat and Bone Meal, tepung daging) juga mengalami kenaikan harga. Kenaikan harga ini lebih disebabkan harga komoditas dunia yang meningkat. Hal ini lebih sulit untuk dikontrol.