Nama : Indira Dina Shabrina Siahaan
NIM : 237005010
Jakarta, kedannews.com – Kehidupan Masyarakat telah diuntungkan oleh kemajuan teknologi informasi dan globalisasi saat ini. Perkembangan teknologi informasi telah membuat banyak hal menjadi lebih mudah bagi manusia, termasuk dunia perbankan di Indonesia. Namun, kemajuan teknologi informasi telah mengubah cara dan modus operandi tindak pidana terjadi.
Dengan kemajuan teknologi internet saat ini, banyak hal telah menjadi lebih mudah bagi orang-orang untuk melakukan berbagai hal, termasuk internet banking untuk industri perbankan Indonesia.
Kemudahan ini mencakup berbagai hal, mulai dari menawarkan layanan perbankan melalu situs web yang dikembangkan oleh bank yang bersangkutan hingga menawarkan layanan untuk melakukan transaksi secara online melalui media internet.
Kehadiran internet banking mengingkatkan efisiensi operasional bank. Namun, di balik keuntungan yang diperoleh, penyelenggaraan internet banking juga akan menghadapi resiko.
Resiko yang terkait dengan internet banking termasuk Tingkat perlindungan hukum yang dapat diberikan oleh penyelenggaraan internet banking dan keandalan teknologinya.
Pencucian uang (money laundering) adalah salah satu tindak pidana yang dapat terjadi di era globalisasi saat ini dengan bantuan Lembaga keuangan terutama perbankan.
Pada tahun 2002, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU) ditetapkan di Indonesia sebagai perbuatan pidana yang diancam dengan hukuman.
Undang-Undang ini berlaku pada tanggal 17 April 2002. Mengingat bahwa pelaku predicate crimes memiliki modus operandi yang berbeda, sulit untuk menunjukkan hubungan antara kejahatan yang dilakukan dengan kerugian yang diderita oleh kas negara. Oleh karena itu, pembentukan Undang-Undang Pencucian Uang di Indonesia tidak terlepas dari berkembangnya desakan secara global untuk undang-undang yang sama untuk negara lain.
Penanganan dan tindakan yang luar baisa diperlukan karena tindak pidana pencucian uang merupakan kejahatan luar biasa. Penanggulangan yang luar biasa tersebut diatur melalui peraturan. Pasal 69 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang memungkinkan penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan tanpa terlebih dahulu membuktikan tindak pidana aslinya sebagai bentuk penanggulangan yang luar biasa.
Tindak pidana pencucian uang (TPPU) merupakan dasar dari beberapa tindak pidana lain. Tindak pidana pencucian uang merupakan hasil dari kejahatan sebelumnya. Tindak pidana pencucian uang (TPPU) berbeda dari tindak pidana lain dalam Undang-Undang pidana karena TPPU adalah tindak pidana awal (predicate crime) yang terjadi sebelum Tindak Pidana Pencucian Uang. Menurut Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana, harta kekayaan yang digunakan pelaku TPPU adalah hasil dari tindak pidana tersebut.
Jadi, tindak pidana pencucian uang melibatkan jumlah uang yang sangat besar, sehingga dapat merugikan keuangan negara, perekonomian negara, dan berbagai aspek kehidupan Masyarakat lainnya. Karena itu, tindak pidana ini dianggap sebagai kejahatan luar biasa dan harus segera dicegah dan diberantas.
Rezim pencucian uang menggunakan pendekatan baru untuk melacak hasil kejahatan, pelanggaran dan pelakunya. Pendekatan ini dikenal sebagai “mengikuti aliran uang”.
Penanganan dan penegakan hukum Tindak Pidana Pencucian Uang juga harus dengan cara yang luar biasa mengingat bahwa itu merupakan kejahatan yang luar biasa.
Salah satu upaya pemerintah untuk mencegah dan memberantas Tindak Pidana Pencucian Uang adalah dengan menambahkan ketentuan dalam Pasal 69 Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yang berbunyi sebagai berikut:
”untuk dapat dilakukan penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan disidang pengadilan terhadap tindak pidana pencucian uang tidak wajib dibuktikan terlebih dahulu tindak pidana asalnya”.