MEDAN, Pelitaharian.id – Dari semiloka pencegahan korupsi DPRD provinsi, kabupaten/kota se-Sumatera Utara, pimpinan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) menyatakan, Sumut posisi urutan no tiga terkorup di Indonesia, setelah Jawa Barat dan Jawa Timur.
Hal ini disampaikan Wakil Ketua KPK Lili Pentauli Siregar didampingi Direktur Koorsup Wilayah I Didik Widjanarko, pada acara semiloka pencegahan korupsi DPRD provinsi, kabupaten/kota se-Sumut secara virtual melalui zoom metting dari ruang paripurna DPRD Sumut Jalan Imam Bonjol Medan, Rabu (3/2/2021).
Lili Pintauli Siregar mengatakan koruptor di Indonesia didominasi oleh anggota legislative dan memiliki modus yang beragam, mulai dari uang ketok, pembuatan regulasi serta lobi-lobi dan sebagainya. Perlu juga diketahui, modus korupsi berbasis hukum dan politik menjadi yang terbesar, tidak jarang melibatkan anggota legislatif.
Terkhusus di Sumut, lanjut Lili, daerah ini menjadi daerah ketiga paling korup di Indonesia sehingga dirinya selaku putri dari Sumut merasa sangat sedih dan berharap kepada semua pihak untuk bersama-sama mencegah terjadinya korupsi, demi terciptanya “Sumut Bermartabat”. “Perlu diingat bahwa kegiatan Bintek juga salah satu celah tindakan melakukan korupsi, karena itu, kedepannya agar lebih berhati-hati,” ujarnya seraya merasa sedih, karena saat ini Sumut berada dalam posisi ketiga dan mengingatkan kembali supaya anggota dewan lebih serius lagi menjalankan tugasnya, untuk mengawasi anggaran dan pelaksanaanya, agar Sumut ke depan bisa bersih dari segala bentuk korupsi.
Sementara itu, Didik Widjanarko sangat sependapat dengan usulan dewan agar dilibatkan pihak KPK dalam setiap pembahasan APBD, untuk meminimalisir terjadinya korupsi atau penyalahgunaan anggaran. “Kami siap dilibatkan dan siap membantu. Jika ada persoalan maupun kasus-kasus yang rawan terjadi pelanggaran hukum ataupun sudah terjadi pelanggaran hukum, Satgas KPK siap diundang dan membahasnya secara bersama untuk mengambil langkah-langkah pencegahan agar tidak terjadi tindak pidana korupsi,” ujarnya.
Melalui semiloka dihadiri Ketua dan Wakil Ketua DPRD Sumut Drs Baskami Ginting, Rahmansyah Sibarani, Harus Mustafa Nasution, Gubsu Edy Rahmayadi, Wagubsu Musa Rajekshah dan beberapa kepala daerah ikut bergabung melalui zoom metting, anggota DPRD Sumut mengajukan beberapa pertanyaan, terkait kegiatan bisa menjadi celah kasus korupsi, karena di daerah-daerah masih banyak belum paham, sehingga menimbulkan ketakutan dan kecemasan setiap melakukan pembahasan APBD.
Anggota Fraksi Nusantara misalnya mempertanyakan masalah tupoksi KPK yang sebenarnya, menangkap orang yang korupsi atau mengembalikan uang Negara atas kerugian yang dilakukan pelaku korupsi. “Kami ingin bukti konkrit, kegiatan apa yang bisa dijadikan sebagai korupsi. Contohnya masalah bansos (bantuan social) ada juga yang terjerat KPK. Padahal anggota dewan ini juga memiliki bansos untuk kepentingan banyak orang,” ujarnya.
Demikian halnya Wagirin Arman dari Fraksi Golkar mempertanyakan, dari kasus suap mantan Gubsu Gatot Pujo Nugroho, sudah 12 mantan pimpinan DPRD Sumut dijatuhi hukuman beserta Gubsu, kemudian menyusul 38 mantan anggota Dewan dan baru-baru ini menyusul 14 lagi. Namun para eksekutif yang merupakan pengguna anggaran tidak diproses sampai sekarang.
“Kita tahu dampak yang ditimbulkan akibat penanganan proses hukum oleh KPK, timbul rasa takut dan kehati-hatian baik bagi pribadi legislator maupun eksekutif untuk menggunakan anggaran diluar dari mekanisme yang telah diatur dalam suatu regulasi yang sah,” kata Wagirin.
Dia menyebutkan, Sumut sempat menjadi barometer untuk tingkat nasional dan kebanggaan bagi masyarakat Sumut, jika ada “anak-anak daerah” ini yang mencapai keberhasilan karir atau menjadi seorang pejabat ditingkat nasional.Namun saat ini, sudah terbalik, bahkan tertunduk lesu serta malu, jika ada pejabat berasal dari Sumut, karena salah satu provinsi di Indonesia yang mencatat “kejahatan” korupsi terbesar atau urutan nomor 3 se Indonesia. Hal ini perlu dipikirkan bagaimana upaya dan langkah untuk mengembalikan kepercayaan tersebut.
Menghindari terjadinya korupsi, khususnya penyalahgunaan anggaran, DPRD Sumut minta KPK ada utusannya disetiap pembahasan APBD Sumut, guna menghindari terjadinya penyalahgunaan anggaran atau korupsi. Seperti yang disampaikan Rahmansyah, perlunya ada utusan KPK mengawasi jalannya rapat Banggar (Badan Anggaran) dan pembahasan APBD Sumut, agar tidak ada lagi rasa kekuatiran anggota legislatif, bahwa anggaran yang sudah disahkan terjadi pelanggaran hukum.(Rmi)