Medan, pelitaharian.id – Fraksi P Demokrat DPRD Kota Medan mengkritisi rencana revitalisasi Lapangan Merdeka yang dinilai akan merugikan pedagang sekitarnya. Fraksi ini mendukung revitalisasi karena anggarannya sudah disetujui di APBD 2022 sebesar Rp 86 miliar lebih di tahun pertama. Tapi Demokrat melihat, pemko belum menyiapkan tempat berjualan para pedagang yang akan direlokasi.
“Memang lokasinya sudah ada, tapi seharusnya disiapkan dulu perpindahan pedagang, begitu mereka pindah sudah bisa langsung berjualan. Mereka jangan ditelantarkan, karena itu akan menimbulkan masalah,” kata Ketua Fraksi P Demokrat DPRD Medan Burhanuddin Sitepu SH kepada wartawan, Jumat (17/6).
Seperti diketahui, Wali Kota Medan Bobby Nasution memastikan akan melakukan revitalisasi terhadap Lapangan Merdeka Medan, sebagai upaya untuk mengembalikan fungsinya sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH).
Dengan demikian, masyarakat nantinya benar-benar dapat memanfaatkan fungsi lapangan yang pada zaman Belanda disebut de-Esplanade itu sebagai tempat untuk melewati waktu, seraya menikmati suasana baru yang dihadirkan.
Untuk memulai revitalisasi yang akan direncanakan pada awal Juli mendatang, Pemko Medan terlebih dahulu akan merelokasi sejumlah tenant yang berada di Merdeka Walk (MW) di Taman Lili Suheri yang berlokasi di Jalan Listrik/Palang Merah Medan. Sedangkan pedagang buku akan dipindahkan di Kawasan Kelurahan Gaharu Kecamatan Medan Timur.
Burhanuddin Sitepu mengatakan, proyek revitalisasi Lapangan Merdeka akan menelan anggaran Rp 400 miliar, anggarannya ditampung di 3 tahun anggaran (multi years). Menurut dia, anggaran yang begitu besar tersebut harus tepat sasaran, revitalisasi harus memperhatikan para dunia usaha dan UMKM yang selama ini menggantungkan hidupnya dari Lapangan Merdeka.
Seharusnya menurut Wakil Ketua DPRD Medan periode 2014-2019 ini, dengan anggaran yang begitu besar, seharusnya relokasi pedagang sudah dibangun sebelum disuruh pindah. Tapi yang terjadi adalah, pedagang disuruh mengosongkan lokasi tapi tempat berjualan belum disiapkan, masih rencana lokasi saja yang disiapkan.
“Sah-sah saja revitalisasi Lapangan Merdeka, tapi pemko harus profesional, mau berapa lama lagi pedagang menunggu agar mereka bisa berdagang. Jangan dibiarkan mereka menunggu, karena berjualan adalah mata pencaharian mereka, menghidupi anak dan istri dan biaya sekolah anak-anak dari berjualan,” terangnya.
Selain itu, Demokrat menyinggung tentang janji politik Bobby Nasution pada kampanye terdahulu akan merealisasikan pembangunan Islamic Center di Kawasan Medan Utara. Pada pemerintahan Pemko Medan periode lalu sudah dianggarkan Rp 9 miliar untuk biaya perencanaan. Lokasi sudah direncanakan di Kawasan Martubung, seluas 44 hektar, pembangunan Rusunawa sampai bersedia pindah ke lokasi lain agar luas lahan terpenuhi untuk Islamic Center.
“Pembangunan Islamic Center ini sudah sangat lama diprogramkan Pemko Medan, jauh sebelum ada pemikiran rencana revitalisasi Lapangan Merdeka. Hendaklah janji politik Wali Kota Bobby Nasution direalisasikan untuk Islamic Center, karena itu akan menjadi Ikon Kota Medan dan mendatangkan PAD yang cukup besar.
Wakil Ketua DPRD Medan Rajudin Sagala (PKS) mengatakan, mendukung revitalisasi lapangan Merdeka untuk mengembalikan fungsinya sebagai cagar budaya dan salah satu Ikon Kota Medan yang selama ini sempat hilang. Revitalisasi itu menurut dia tidak sekedar mengembalikan fungsi cagar budaya, tapi dapat juga menghidupkan ekonomi masyarakat dengan adanya UMKM di basement.
“Basement tersebut diharapkan bisa jadi tempat berdagang para pedagang kuliner dan pedagang buku, sehingga mereka tidak tergusur. Kegiatan peningkatan ekonomi masyarakat harus bisa berjalan dengan baik dari hasil revitalisasi tersebut,” ucap Rajudin.
Sementara itu pedagang buku bekas di Kawasan Lapangan Merdeka Medan juga protes kepada Pemko Medan terkait revitalisasi. Para pedagang diminta pemko segera mengosongkan lokasi karena pembangunan lapangan Merdeka akan dimulai pada 4 Juli tahun 2022. Tenant-tenant atau pemilik usaha di Kawasan Lapangan Merdeka termasuk Merdeka Walk diimbau mengosongkan lokasi sebelum 20 Juni. Namun pedagang buku dengan tegas mengatakan enggan mengosongkan kios sebelum dibangun tempat pengganti.
“Kami mendukung program Pemko Medan untuk merevitalisasi Lapangan Merdeka, sebagai warga negara yang baik itu kami patuhi. Namun nasib pedagang buku jangan diabaikan, kalau pedagang disuruh segera mengosongkan kios, mau kemana mereka berjualan? Kami mau, begitu disuruh pindah tempat berjualan pengganti sudah ada,” kata Ketua Pedagang Buku Lapangan Merdeka Max Simangunsong kepada wartawan.
Menurut Max, dia bersama pengurus Organisasi Pedagang Buku akan menemui Kepala Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Penataan Ruang (PKPPR) Jalan AH Nasution Kecamatan Medan Johor, Senin (20/6). Kedatangan mereka meminta kepada Kadis agar mereka diperbolehkan berjualan sampai pemko menyiapkan kios pengganti, sehingga ketika direlokasi mereka bisa langsung berjualan di tempat baru.
“Kalau keinginan kami tidak dipenuhi, maka kami akan melakukan aksi dengan mengerahkan massa pedagang buku,” tegas Max Simangunsong.
Para pedagang kata Max Simangunsong masih khawatir dengan lokasi yang disebutkan pemko tempat relokasi mereka. Pasalnya, lahan yang berada di Jalan Hitam Kecamatan Gaharu disebut-sebut milik pemko yang dikuasai PT KAI. Pedagang minta relokasi mereka harus jelas, jangan di kemudian hari ada persoalan pedagang dengan PT KAI.
“Karena kami sudah pernah mengalaminya, tahun 2010, dari Lapangan Merdeka kami dipindahkan di Jalan Pegadaian, di lahan milik PT KAI yang dibangun pemko di masa kepemimpinan Rahudman Harahap. Tapi 2 tahun kemudian, PT KAI minta lokasi itu dikosongkan, kemudian pemko membangun kembali kios buku di lapangan Merdeka. Kami tidak mau persoalan yang lalu kembali kami alami, kami sudah letih pindah-pindah, mohonlah pemko jangan membenturkan kami dengan PT KAI,” ungkap Max.
Penulis: Arya
Editor: Cut Riri