Medan, pelitaharian.id – Terkait perbedaan Hari Raya Idul Adha di beberapa wilayah bahkan negara, merupakan hal yang wajar dan biasa. Karena akan menyesuaikan dengan waktu di daerah maupun negara masing-masing.
“Tentu saja akibat perbedaan waktu tersebut menyebabkan perbedaan hasil penetapan hari raya Qurban tersebut. Contohnya seperti di Indonesia saat ini, ketika menetapkannya melibatkan berbagai unsur yang ahli di bidangnya,” ujar Rajuddin Sagala saat dikonfirmasi melalui telepon WhatsApp nya, Jum’at (7/7/2022) sore.
Yang pasti, lanjut Politisi senior Partai Keadilan Sejarah (PKS) ini, pemerintah akan mengumpulkan utusan dari berbagai Organisasi Islam mulai dari MUI, NU, Muhammadiyah, Al-Washliyah, Persis, Perti dan ormas Islam lainnya.
“Jika nantinya ditemukan perbedaan, hal itu wajar saja. Tetapi mereka akan mengambil kesimpulan dari pendapat mayoritas disertai dengan argumen serta dalil-dalil yang kuat, dan inilah yg disebut “Ijtihad”,” terang Rajuddin.
Kembali Rajuddin Sagala menambahkan, jika umara (pemimpin) sudah memutuskannya maka, kita sebagai rakyat tentu harus mengikutinya. “Karena hal tersebut bagian dari ajaran islam, dan sebagai bentuk patuh pada keputusan umara,” tandasnya.
Terlebih, sambung Rajuddin, ini merupakan ibadah yang sifatnya sunnah, jika dikerjakan berpahala ditinggalkan tidak berdosa. Jangan sampai gara-gara perbedaan yang sifatnya furu’, menyebabkan umat terpecah.
“Kita ambil saja hikmahnya, semoga Idul Adha tahun ini, membuat kita meneladani kokohnya iman Nabi Ibrahim, istri dan anak-anaknya. Kita tanamkan kekuatan iman dan ketaqwaan dalam rumah tangga kita, mari pelihara sifat kesabaran yang ditampilkan Nabi Ibrahim sepanjang hidupnya. Sehingga dengan meneladani keluarga Nabi Ibrahim tersebut, Insya Allah kelak kita dapat bertemu langsung dengan mereka di Surga, Aamiin,” pungkasnya.
Penulis: Arya
Editor: Cut Riri