MEDAN, Pelitaharian.id – Sanksi status pobable (kasus suspek dengan ISPA berate atau acure respiratory disease system atau meninggal dengan diagnosis diyakini sebagai covid-19 belum ada hasil pemeriksaan RT-PCR sweb tes) dengan denda Rp50 juta bisa meresahkan masyarakat.
“Karena itu, kita minta sanksi status probable covid-19 pada pasal 12 ranperda peningkatan disiplin dan penegakan hokum protokol kesehatan dalam pencegahan dan pengendalian Covid-19 di Sumut dihapus,” ujar Zeira Salim Ritonga kepada wartawan, Selasa (26/1/2021) di ruang kerjanya gedung DPRD Sumut.
Menurut anggota dewan dari PKB ini, ketentuan sanksi mengenai status probable covid-19 belum ada hasil pemeriksaan RT-PCR swab test, sehingga sanksi tersebut sangat lemah, bahkan dapat membuat resah masyarakat. “Status probable harus diganti dengan hasil uji klinis yang menyatakan pasien positip covid-19, baru bisa dikenakan sanksi,” ujarnya.
Apalagi terkait sanksi denda sebesar Rp50 juta, lanjut Zeira Salim Ritonga, denda tersebut terlalu besar dan masyarakat akan menganggap Perda pengendalian penyebaran Covid-19 yang akan disahkan hari ini, Rabu (27/1/2021) melalui rapat paripurna DPRD Sumut, hanya untuk mencari celah untuk mendapatkan uang dalam kondisi usaha terpuruk akibat pandemic Covid-19.
“Kita minta pada pasal 16 sanksi pidana sebagaimana pada ayat 3 terkait ancaman pidana agar dihapus, karena akan sangat mudah nantinya mempidanakan orang per orang,” ujarnya menyarankan.
Dia juga melihat Ranperda peningkatan disiplin dan penegakan hokum protoKol kesehatan dalam pencegahan dan pengendalian Covid-19 di Sumut cenderung represif pada masyarakat lemah, karena belum merangkum system pencegahan covid-19, pengendalian, pemerataan dan saksi-sanksi pada oknum-oknum rumah sakit atau perusahaan-perusahaan kesehatan yang melakukan manipulasi data terhadap pandemik covid-19 dan produk-produk asli tapi palsu yang digunakan untuk pencegahan dan pengobatan covid-19.(cut)